SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Kelompok Semester IV / G
Program Strata
Satu Fakultas Tarbiah
Mata kuliah : KURIKULUM PAI DI MADRASAH
Dosen
Dr. H Rahmat Raharjo Syatibi, M. Ag
Oleh
1.
ANGGI PRATAMA (2104056)
2.
MIFTAHURROHMAN (2103843)
3.
ZUHROTUL IMANIYAH (2103866)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Penulis mamanjatkan syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kita sehingga makalah ini
dapat penulis selesaikan dengan lancar. Makalah ini penulis susun untuk
memenuhi tugas KURIKULUM PAI DI MADRASAH
dengan judul " SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, penulis
banyak mendapat bimbingan, nasihat serta bantuan dari banyak pihak. Berkaitan
dengan hal tersebut, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1. Makruf Widodo, M. Pd. I selaku Ketua Prodi PAI STAINU
Kebumen
2. Dr. H Rahmat Raharjo Syatibi, M. Ag selaku
dosen mata kuliah Kurikulum PAI di
Madrasah
3. Semua pihak yang membantu kelancaran
penyusunan makalah ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tentu tidak lepas
dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, untuk itu masukan dari para pembaca
sangat penulis harapkan.
Kebumen, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................... ii ii
Kata Pengantar.................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................... 2
C.
Tujuan
Penulisan..................................................................... 3
D.
Kegunaan................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Kelahiran Madrasah.................................................... 4
B.
Perkembangan
pendidikan Madrasah...................................... 11
BAB III PENUTUP.............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada
dasarnya madrasah diharapkan dapat membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlaq mulia dan mampu menjaga kedamaian dan
kerukunan hubungan interaksi antar umat beragama,
yaitu manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa dan akhlaq serta
aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan
peradaban bangsa yang bermartabat.
Secara historis
perkembangan dan pertumbuhan madrasah sudah ada sejak Islam berkembang yang
orientasinya lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu Islam. Di Indonesia
sendiri keberadaan madrasah telah berperan serta dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Selain itu, seiring perjalanan perkembangan madrasah, sistem
pendidikan dan perkembangan kurikulumnya selalu menjadi sorotan dari berbagai
pihak. Hal ini menjadikan banyak munculnya berbagai pertanyaan tentang mampukan
madrasah berkembang sejalan dengan pendidikan sekolah-sekolah umum lainnya dan
mampukan madrasah menghadapi permasalahan pendidikan di Indonesia sekarang ini.
Padahal kita tahu bahwa sudah ada UU dan peraturan pemerintah tentang
keberadaan madrasah tetapi tetap saja madrasah dianggap kurang dalam mutu. Madrasah dalam perjalanannya mengalami
realitas yang cukup panjang. Transisi perubahan Madrasah disebabkan fenomena
yang ada yaitu pendudukan kolonial Belanda yang mendiskriditkan Islam, yang
kemudian menimbulkan dikotomi ilmu umum dan ilmu agama.[1]
Oleh
sebab itulah, dengan kita mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan
diharapkan kita mampu melihat bagaimana kinerja madrasah di Indonesia sejak
awal abad ke-20 hingga madrasah bisa menduduki tempat yang diharapkan
masyarakat dan mendapat perhatian lebih dari pemerintah serta membuktikan bahwa
madrasah mampu bersaing dengan sekolah sekolah umum dengan berbagai upaya pembenahan
yang harus dilakukan oleh madrasah dimana keberadaan madrasah di Indonesia
merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih.[2]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
kiranya makalah ini akan membahas mengenai permasalahan tentang:
- Bagaimana sejarah pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah?
- Bagaimana perkembangan sistem pendidikan di madrasah
- Bagaimana perkembangan kurikulum di madrasah?
- Benarkah saat ini madrasah mampu bersaing dalam hal mutu dan mampu menjadi alternatif bagi peserta didik agar terbentuk jiwa yang agamais?
- Apakah upaya yang harus dilakukan oleh madrasah agar permasalahan tentang kualitas dan pandangan masyarakat bahwa madrasah masih dianggap sebelah mata dapat teratasi?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan ini Kami Susun Untuk:
1.
Pembelajaran
awal pembuatan skripsi
2.
Tugas
terstuktur kelompok pada mata kuliah Kurikulum PAI di Madrasah
3.
Mengembangkan
kopetensi kemahasiswaan dengan melakukan penelitian atau observasi mengenai
sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah
D.
Kegunaan
- Sebagai salah satu bentuk sumbangan pengembangan pemikiran terhadap ilmu bagi bangsa.
- Membagi pemikiran dalam bentuk makalah untuk dikaji bersama dalam forum diskusi.
- Mencari solusi yang lebih baik terhadap beberapa pendapat dari permasalahan yang timbul pada forum diskusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kelahiran Madrasah
1.
Sejarah
Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Islam
pada awal perkembangannya sudah mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran.
Lembaga pendidikan dan pengajaran pada saat itu dinamakan “kuttab”, disamping
masjid, rumah, istana, dan perpustakaan. Kuttab adalah suatu lembaga pengajaran
yang khusus sebagai tempat belajar membaca dan menulis.[3]
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam
sekitar abad ke-5 H atau abad 10-11 M.[4]
Hasan
Langgulung mengutip pernyataan Syalabi mengemukakan bahwa, pada zaman permulaan Islam,
pelajaran agama disampaikan di rumah-rumah. Rasulullah SAW menjadikan rumah
al-Arqom bin Abi al-Arqom sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan baginda
dengan para sahabat dan para pengikutnya. Di rumah tersebut baginda
menyampaikan dasar-dasar agama dan pengajian al-Qur’an. Selain rumah al-Arqom, baginda menyampaikan pelajaran
agama di rumahnya sendiri di Mekkah, sebagai tempat kaum muslimin berkumpul
mempelajari aqidah dan syariat Islam. Dar al-Arqom merupakan sebagai sekolah
pertama dalam Islam, manakala Rasulullah SAW sebagai guru pendidik pertama.[5]
Berawal
dari sejarah di atas, maka dapat diketahui perkembangan pendidikan Islam
dimulai dari halaqah-halaqah masjid dan dari sinilah munculnya madzhab-madzhab
berbagai bidang ilmu pengetahuan yang dalam sejarah disebut dengan Istilah
Madrasah.[6]
Terjadi
perbedaan pendapat tentang madrasah yang pertama berdiri di dunia Islam. Di antara
pandangan tersebut, pertama, madrasah sebagai lembaga pendidikan formal telah
dikenal dengan adanya “Madrasah Nidzamiyah” di Bagdad yang didirikan oleh
Nidzam al-Muluk seorang wazir dari dinasti Saljuk pada awal abad ke-11 M. atau
Tahun 457 H. Kedua, menurut al-Jumbulati (1994) bahwa sebelum abad ke-10,
madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah di kota Nisabur yang didirikan oleh Abu Hasan
al-Baihaqi (w. 414 H). Menurut Richard Bulliet (1972) bahwa madrasah Miyan
Dahiyah di Nisapur berdiri dua abad sebelum berdirinya madrasah Nizyamiah di
Bagdad yang mengajarkan fiqh malikiyah.[7]
Suwito (2004 : 214-215).
Terlepas
dari perbedaan pendapat tentang madrasah yang pertama berdiri di dunia Islam,
namun madrasah Nidzam al-Muluk adalah madrasah yang paling polpuler di kalangan
ahli sejarah dan masyarakat Islam.
Menurut
Mehdi, meskipun madrasah Nidzal al-Muluk bukan sebagai madrasah yang pertama
didirikan, namun madrasah ini memiliki spirit ilmu pengetahun yang tinggi, baik
dari tujuan politik dan agama. Dan yang paling menarik adalah proses pendirian
madrasah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak yaitu pemerintah, ulama-ulama,
dan masyarakat.[8] Hal ini menunjukkan bahwa
madrasah Nidzamiyah ini didirikan atas kemauan dan keinginan bersama bukan
keinginan sepihak.
2.
Sejarah
Pertumbuhan Dan Perkembangan Madrasah Di Indonesia
Sementara itu kehadiran madrasah di Indonesia sebagai lembaga
pendidikan Islam mulai dirasakan pada permulaan abad ke-20, yang disebabkan
oleh dua factor yaitu factor keadaan bangsa Indonesia dan factor kondisi luar
negeri.[9]
Sejak awal abad ke-20 gerakan reformasi Muslim melakukan reformasi
pendidikan Islam untuk menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen,
maka dimunculkan dua bentuk kelembagaan pendidikan modern Islam, yaitu: sekolah
umum model Belanda tetapi diberi muatan pengajaran Islam dan madrasah modern, yang secara terbatas
mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda. Model kedua ini
yang selanjutnya lebih dikenal sebagai salah satu model pendidikan Islam di
Indonesia.
Di antara para ulama yang berjasa dalam perkembangan
madrasah di indonesia antara lain: Syeikh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, KH.
Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H. Wahab Hasbullah bersama K.H. Mansyur
(1914) di Surabaya, Rangkayo Rahman Al-Yunusi (1915) di Padang Panjang, K.H.
Hasyim Al-As’ary (1919) mendirikan madrasah salafiyah di tebu ireng jombang[10].
Sejalan dengan perkembangan masa yang terus
membawakan perubahan-perubahan, eksistensi madrasah di dunia Islam tidak lepas
dari penyesuaian-penyesuaian, dari yang semula bersifat eksklusif menjadi
lembaga pendidikan yang lebih terbuka, baik dari sudut kelembagaan, metodologi,
maupun kurikulum dan pengelolaannya[11].
a.
Masa Penjajahan
Orde Lama
Pada
masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah memulai proses pertumbuhannya atas
dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah
sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak
semata- mata bersifat defensif, terhadap pendidikan Hindia Belanda kebijakan
pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya
bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin
terpelajar.
Perkembangan
madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran
departemen agama yang resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946, dalam
perkembangan selanjutnya departemen agama menyeragamkan nama, jenis dan
tingkatan madrasah sebagaimana yang ada sekarang. Dalam UU No. 4 tahun 1950 dan
No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa
Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di
sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan
agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan
orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar system
pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi
madrasah dalam kerangka pendidikan nasional[12].
b.
Masa Orde Baru
Secara
umum diakui bahwa kebijakan pemerintahan orde baru mengenai pendidikan agama,
termasuk madrasah, bersifat positif dan konstruktif khususnya dalam dua dekade terakhir
1980-an – 1990-an. Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan
mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB (Surat
Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/4 1975 dan
Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah
ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan
sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih
atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[13]
Lulusan
Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama. Pemerintah
orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang system pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan
definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih
operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa
menghilangkan karakter keagamaannya.Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa
Madrasah berkembang secara terpadu dalam system pendidikan nasional. Pada masa
orde baru ini, madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai
dari masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.
Sedangkan
pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara
berturut-turut sebagai berikut:
1)
Raudatul Atfal
(Bustanul Atfal)
2)
Madrasah
Ibtidaiyah, setingkat dengan Sekolah Dasar
3)
Madrasah
Tsanawiyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama.
4)
Madrasah
Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas.
5)
Madrasah
Diniyah
Telah disinggung di atas, SKB merupakan bentuk
awal pengakuan pemerintah secara formal terhadap pengelolaan madrasah oleh
Depag. Dalam salah satu pasal pada SKB dinyatakan bahwa :
1)
Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri
Agama.
2)
Pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah
dilakukan oleh Menteri Agama.
3)
Pembinaan dan pengawasan mutu mata pelajaran
umum pada madrasahdilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersma-sama
dengan Menteri Dalam Negeri.
c.
Masa Sekarang
Era globalisasi dewasa ini dan
dimasa datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya
masyarakat muslim Indonesia umumnya atau pendidikan Islam, termasuk pesantren
dan madrasah khususnya. Masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari
proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin bertahan dan berjaya ditengah
perkembangan dunia yang kian kompetetif di masa kini dan abad 21.
Globalisasi yang berlangsung dan
melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak
yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini tidak bersumber dari Timur Tengah melainkan
dari barat yang terus memegang supremasi dalam berbagai lapisan kehidupan
masyarakat dunia umumnya.
B.
Perkembangan Pendidikan Madrasah
Pengembangan
pendididkan madrasah tampaknya tidak dapat di tangani secara
parsial atau setengah-tengah, tetapi membutuhkan pemikiran pengembangan yang
utuh dan konsekuensi dari identitasnya yang
berciri khas agama Islam, terutama ketika di hadapkan pada kebijakan
pembangunan yang menekankan pada pembanguna nasional bidang pendidikan yang
menekankan pada peningkatan kualitas SDM[14].
Menurut Wardiman Joyonegoro yang di kutip
oleh Muhaimin (2004) bahwa manusia yang berkualitas itu setidak-tidaknya
mempunyai dua kompetensi, yaitu kompetensi bidang imtaq (iman dan taqwa) dan
iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi)[15].
1.
Sistem
Pendidikan
Ciri khas madrasah lebih dari hanya
sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya
sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi
yang lebih penting ialah perwujudan dari nilai-nilai keIslaman di dalam
totalitas kehidupan madrasah.
Suasana lembaga madrasah yang
melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1)
Perwujudan nilai-nilai keIslaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga
madrasah; (2) Kedidupan moral yang beraktualisasi, dan (3) Manajemen yang
profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat. [16]
Dengan suasana madrasah yang
demikian melahirkan budaya madrasah yang merupakan identitas lembaga pendidikan madrasah, otonomi
lembaga pendidikan madrasah hanya dapat dipertahankan apabila madrasah tetap
mempertahankan basisnya sebagai pendidikan yang berbasiskan masyarakat. Dari sini akan lahir kurikulum yang fleksibel
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia baru yang demokratis
Keberadaan madrasah sebagai sub-sistem pendidikan nasional perlu dipertahankan
dan dikembangkan. Pendidikan madrasah mampu memberikan sumbangan yang signifikan
jika disertai dengan metodologi modern dan Islami. Untuk itu diperlukan guru
yang mampu mendidik dan mengajar dengan
metodologi yang sesuai dengan tantangan zaman peserta didik.[17]
Masuknya madrasah sebagai sub-sistem
pendidikan nasional mempunyai berbagai konsekuensi antara lain dimulainya suatu
pola pembinaan mengikuti satu ukuran yang mengacu pada sekolah-sekolah pemerintah.
Keuntungan positif yang diperoleh melalui UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
pendidikan Nasional serta PP No. 28 Tahun 1990 telah melahirkan berbagai
kendala Dualisme pembinaan antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan terus berlangsung. Keamburadulan manajemen pendidikan dasar
terbias juga dalam pembinaan madrasah di bawah Departemen Agama. Selama 10
tahun lebih sejak lahirnya UU No. 2 Tahun 1989.[18]
Penegasan UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 30 (2) dinyatakan: Pendidikan
Keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu
agama. Ternyata tidak secara otomatis dapat mengangkat citra madrasah sebagai
lembaga pendidikan alternatif, kecuali beberapa madrasah khusus berkualitas
tinggi binaan masyarakat
Madrasah yang pada umumnya lahir
dari strata masyarakat miskin menyebabkan suatu keinginan untuk menegerikan
madrasah-madrasah. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena mempunyai segi-segi
positif antara lain adanya kucuran dana pemerintah antara lain melalui INPRES
SD, INPRES Wajib Belajar.
Demikian juga manajemen madrasah
mendapat bantuan pemerintah dan mungkin pula memperoleh tenaga guru negeri yang
diperbantukan. Banyak perkembangan baru baik dalam system maupun kelembagaan
madrasah dalam hubungannya dengan system pendidikan nasional secara
keseluruhan. Termasuk di sini, misalnya eksperimen Madrasah Aliyah Program
Khusus MA-PK.[19]
2.
Kurikulum
Madrasah
Kurikulum madrasah merupakan bahan pendidikan agama berupa kegiatan,
pengetahuan, dan pengalaman serta serta nilai norma-norma
dan sikap yang dengan sengaja dan sistematis yang diberikan kepada anak didik dalam rangka untuk mencapai tujuan
pendidikan agama[20]
Kurikulum
untuk madrasah di seluruh Indonesia pada dasarnya adalah sama. Namun ada
madrasah yang dapat menghasilkan lulusan yang bermutu dan ada yang tidak, ada
madrasah yang diminati banyak masyarakat dan ada pula yang tidak ‘laku’.
Perbedaan ini disebabkan bukan karena perbedaan kurikulumnya melainkan karena
perbedaan pelaksanaan kurikulum tersebut. Ada madrasah yang melaksanakan
kurikulum dengan baik sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan
menjadi madrasah favorit dan ada pula madrasah yang kurang begitu baik
pelaksanaan kurikulumnya sehingga lulusannya pun kurang bermutu dan madrasahnya
tidak diminati masyarakat. Menjadi tugas dan tanggung jawab kepala
madrasah, sebagai nakhoda madrasah yang bersangkutan untuk mengembangkan
kurikulum di madrasah yang ia pimpin sehingga madrasahnya itu benar-benar dapat
memenuhi harapan masyarakat.
Dengan
diterbitkannya surat keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan
Mendagri) tahun 1975 yang nenetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara
dengan lulusan sekolah umum, lulusan
madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang lebih tinggi, dan siswa
madrasah boleh pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya.[21]
Demikian
pula sebaliknya. Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum
madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Bahkan, berdasarkan kurikulum
madrasah 1994, kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum sekolah umum.
Sehingga madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang berciri Islam. [22]
Meskipun
kurikulum 1994 telah diperbarui dengan orientasi kepada target hasil belajar,
dan bukan pada proses pembelajarannya, sehingga guru diberi wewenang untuk
berimprovisasi dengan kurikulum yang sudah disusun, mengatur alokasi waktu
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, menentukan metode, penilaian, dan sarana
pembelajaran.
Untuk
merespon tuntutan masyarakat dan menjaga
jati diri madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dan
memiliki ciri khas Islam. Menurut Malik Fajar, madrasah harus mengembangkan
program seperti: memberikan nuansa Islam atau spiritualisasi bidang studi umum,
pengajaran bidang studi agama Islam yang bernuansa IPTEK dan menciptakan
suasana keagamaam di madrasah terutama dalam pembelajaran mafikibi (matematika,
fisika, kimia dan biologi) yang agamais dalam perilaku siswa.[23]
Lebih
jauh, Malik Fajar mengatakan bahwa madrasah dapat menjadi pendidikan alternatif
jika memenuhi empat tuntutan yaitu: kejelasan cita-cita dengan langkah yang
operasional dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, memberdayakan
kelembagaan dengan menata kembali sistemnya, meningkatkan dan memperbaiki
menagemen dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). [24]
Sementara
itu, menurut Husni Rahim yang dikutip oleh Arif Furchan menjelaskan bahwa ada
empat agenda besar yang perlu dilakukan madrasah agar segera menjadi madrasah unggul
dan dambaan masyarakat yaitu ketersediaan tenaga pengajar yang profesional,
kelengkapan sarana dan prasarana, adanya penanganan dengan sistem managemen
profesional (modern, transparan dan demokratis) dan adanya kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. [25]
Kecenderungan
perubahan pembuatan keputusan kependidikan dari semula merupakan kewenangan
pemerintah pusat menjadi kewenangan atau otonomi sekolah telah terjadi di
negara Australia sekitar lebih dari dua dekade terakhir ini. Sementara di
Indonesia, desentralisasi pendididkan atau otonomi daerah memberikan suasana
baru dalam pengelolaan dan pengembangan kurikulum madrasah, terlebih lagi
setelah diberlakukannya Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).
Perubahan
tersebut meliputi perpindahan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atas
pengembangan kurikulum dari yang bersifat terpusat oleh pemerintah menjadi
kewenangan yang ada pada masing-masing sekolah/madrasah. Para guru dan seluruh
komponen sekolah/madrasah menuntut lebih
banyak kebebasan dalam menentukan kurikulum di sekolah/madrasah oleh warga
madrasah.
Tuntutan
tersebut karena, model pengembangan kurikulum selama ini adalah centre based or top down, yaitu
kebijakan pengembangan kurikulum yang sepenuhnya ditentukan oleh pusat, hanya
sedikit sekali otonomi bagi setiap
sekolah dalam proses pengembangan kurikulum
Aspek perpindahan tanggung jawab di dalam pengembangan kurikulum
memberikan otonomi yang luas kepada sekolah/madrasah dan guru di dalam
mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa yang perlu dikembangkan khususnya
pada tataran madrasahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas,
kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan pberkembang di dunia Islam
sekitar abad ke-5 H atau abad 10-11 M. dimulai dari halaqah-halaqah masjid dan
dari sinilah munculnya madzhab-madzhab berbagai bidang ilmu pengetahuan yang
dalam sejarah disebut dengan Istilah Madrasah. Sementara itu kehadiran madrasah
di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam mulai dirasakan pada permulaan
abad ke-20, yang disebabkan oleh dua factor yaitu factor keadaan bangsa
Indonesia dan factor kondisi luar negeri
2.
Malik
Fajar mengatakan bahwa madrasah dapat menjadi pendidikan alternatif jika memenuhi
empat tuntutan yaitu: kejelasan cita-cita dengan langkah yang operasional dalam
usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, memberdayakan kelembagaan dengan
menata kembali sistemnya, meningkatkan dan memperbaiki menagemen dan
peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Kurikulum
untuk madrasah di seluruh Indonesia pada dasarnya adalah sama hanya saja yang
berbeda adalah pelaksanaan kurikulum tersebut. Itulah yang membedakan madrasah
yang bermutu dengan yang tidak. Selain itu, madrasah merupakan lembaga pendidikan
alternatif untuk membentuk insan yang agamais karena sebagian besar materi yang
ada di madrasah berlandaskan iman dan taqwa.
3.
Menurut
Malik Fajar, madrasah harus mengembangkan program seperti: memberikan nuansa
Islam atau spiritualisasi bidang studi umum, pengajaran bidang studi agama
Islam yang bernuansa IPTEK dan menciptakan suasana keagamaam di madrasah
terutama dalam pembelajaran mafikibi (matematika, fisika, kimia dan biologi)
yang agamis dalam perilaku siswa. menurut Husni Rahim yang dikutip oleh Arif Furchan
menjelaskan bahwa ada empat agenda besar yang perlu dilakukan madrasah agar segera menjadi madrasah unggul
dan dambaan masyarakat yaitu ketersediaan tenaga pengajar yang profesional,
kelengkapan sarana dan prasarana, adanya penanganan dengan sistem managemen
profesional (modern, transparan dan demokratis) dan adanya kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
B.
SARAN
Dari uraian yang telah kita baca tadi bersama dal
hal ini kami menyarankan bahwa suatu sistem tidak akan berjalan mulus apabila
pelaksananya tidak paham cara menjalankannya. Dalam hal ini, kita tahu bahwa
pembuat kewenangan kurikulum adalah pemerintah, tetapi aspek perpindahan tanggung jawab
di dalam pengembangan kurikulum memberikan otonomi yang luas kepada
sekolah/madrasah dan guru di dalam mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa
yang perlu dikembangkan khususnya pada tataran madrasahnya. Ada madrasah yang
melaksanakan kurikulum dengan baik sehingga dapat menghasilkan lulusan yang
berkualitas dan menjadi madrasah favorit dan ada pula madrasah yang kurang
begitu baik pelaksanaan kurikulumnya sehingga lulusannya pun kurang bermutu dan
madrasahnya tidak diminati masyarakat. Menjadi tugas dan tanggung jawab
kepala madrasah, sebagai nakhoda madrasah yang bersangkutan untuk mengembangkan
kurikulum di madrasah yang ia pimpin sehingga madrasahnya itu benar-benar dapat
memenuhi harapan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh. Pendidikan
Agama dan keagamaan. Jakarta; Gemawindu Panca Perkasa. 2000
Ajat Sudrajat,
“Sejarah Singkat Kemunculan Madrasah”, dalam: http://20212088.siap-sekolah.com/2012/03/03/sejarah-singkat-kemunculan-madrasah/
Azra,
Azyumardi. 1999, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Fajar,
Malik. 1998, Madrasah dan Tantangan Modernisitas, (Bandung: Mizan.
Furchan,
Arief. 2004. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan
Madrasah dan PTAI, (Yogyakarta: Penerbir Gema Media.
Hasan Basri, dkk. Ilmu Pendidikan Islam.
Bandung; Pustaka Setia, 2010
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
Hasan Langgulung. Pendidikan
Islam dalam Abad ke 21. Jakarta; Pustaka Al-husna Baru, 2003
H.A.R.
Tilaar. 2004, Pradigma Baru
Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta
Makasum. Madrasah Sejarah dan
Perkembangannya. Jakarta; Logos wacana ilmu, 1999
Muhaimin, Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2004
Mahmud Yunus,
1994, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Hidakarya Agung
Mastuhu.
1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Ma’arif,
Syamsul. 2007, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha
Ilmu.
Suwito, 2005, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta :
Kencana
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, ( Malang: UM Press, 2004)
Zuhairini Muchtarom, dkk., 2010,Sejarah
Pendidikan Islam, cet. 10, Jakarta: Bumi Aksara
[1] Zuhairini
Muchtarom, dkk., Sejarah Pendidikan
Islam, cet. 10 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 149-150. Pada tahun 1882
pemerintah Belanda membentuk Priesteradden
yaitu badan pengawas kehidupan beragama, tahun 1925 mengeluarkan Ordonansi Guru yang menyatakan bahwa tidak
semua kyai boleh memberikan pelajaran mengaji, dan izin tertulis untuk mengajar
harus diberlakukan, mata pelajaran dan jumlah murid harus diketahui tahun 1932
memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde
School Ordonantie) yaitu peraturan yang
dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya.
Lihat juga H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 169, dan M.B.
Hooker, Islam Mazhab Indonesia:
Fatwa-Fatwa dan Perubahan Sosial, cet. II, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 36.
[2] Mastuhu, Op.cit. dalam Zuhairini Muchtarom, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, cet. 10
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 192-196, mengatakan bahwa pada awal abad ke-20
M pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang dengan berdirinya madrasah
Islamiyah yang bersifat formal di berbagai daerah di nusantara.
[3] Ajat Sudrajat,
“Sejarah Singkat Kemunculan Madrasah”, dalam: http://20212088.siap-sekolah.com/2012/03/03/sejarah-singkat-kemunculan-madrasah/
diakses tanggal 1
April 2012.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 160
[5] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam
dalam Abad ke21, h. 17
[6] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1994), hal.
[7] Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 214-215
[8] Ibid., hal. 217
[9] Hasbullah, Op. Cit., hal. 165
[10]Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama
dan KeAgamaan, h. 111-112
[11] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,
hal 79
[12] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganny, h.114
[13] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 176.
[17] Ma’arif, Syamsul. Revitalisasi Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. 2007), hal. 59
[19] Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi
dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT Logos Wacana
Ilmu. 1999), hal. 89
[22] Furchan, Arief. 2004. Transformasi
Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI,
(Yogyakarta: Penerbir Gema Media.2004), hal. 30
[23]
Malik Fadjar, Op. Cit., hal. 8
[24] Ibid., hal 10
[25] Arif Furchan, Op. Cit., hal. 190