Minggu, 16 September 2012

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRSAH - V A - STAINU KEBUMEN


SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Semester IV / G
Program Strata Satu Fakultas Tarbiah
Mata kuliah : KURIKULUM PAI DI MADRASAH
Dosen
Dr. H Rahmat Raharjo Syatibi, M. Ag







Oleh

1.      ANGGI PRATAMA               (2104056)
2.      MIFTAHURROHMAN         (2103843)
3.      ZUHROTUL IMANIYAH     (2103866)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR

Penulis mamanjatkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kita sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan dengan lancar. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas KURIKULUM PAI DI MADRASAH dengan judul " SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan, nasihat serta bantuan dari banyak pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1.      Makruf Widodo, M. Pd. I   selaku Ketua Prodi PAI STAINU Kebumen
2.      Dr. H Rahmat Raharjo Syatibi, M. Ag selaku dosen mata kuliah Kurikulum PAI di Madrasah
3.      Semua pihak yang membantu kelancaran penyusunan makalah ini yang  tidak dapat  penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tentu tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, untuk itu masukan dari para pembaca sangat penulis harapkan.
Kebumen,       September  2012 

Penulis


DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................         ii                                      ii
Kata Pengantar....................................................................................        iii
Daftar Isi.............................................................................................        iv
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang........................................................................         1             
B.     Rumusan Masalah...................................................................         2
C.     Tujuan Penulisan.....................................................................         3
D.     Kegunaan................................................................................         3
BAB II PEMBAHASAN
A.     Sejarah Kelahiran Madrasah....................................................         4
B.     Perkembangan pendidikan Madrasah......................................       11
BAB III PENUTUP..............................................................................       19             
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya madrasah diharapkan dapat membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlaq  mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan interaksi antar umat beragama, yaitu manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa dan akhlaq serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat.
Secara historis perkembangan dan pertumbuhan madrasah sudah ada sejak Islam berkembang yang orientasinya lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu Islam. Di Indonesia sendiri keberadaan madrasah telah berperan serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, seiring perjalanan perkembangan madrasah, sistem pendidikan dan perkembangan kurikulumnya selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Hal ini menjadikan banyak munculnya berbagai pertanyaan tentang mampukan madrasah berkembang sejalan dengan pendidikan sekolah-sekolah umum lainnya dan mampukan madrasah menghadapi permasalahan pendidikan di Indonesia sekarang ini. Padahal kita tahu bahwa sudah ada UU dan peraturan pemerintah tentang keberadaan madrasah tetapi tetap saja madrasah dianggap kurang dalam mutu.  Madrasah dalam perjalanannya mengalami realitas yang cukup panjang. Transisi perubahan Madrasah disebabkan fenomena yang ada yaitu pendudukan kolonial Belanda yang mendiskriditkan Islam, yang kemudian menimbulkan dikotomi ilmu umum dan ilmu agama.[1]
Oleh sebab itulah, dengan kita mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan diharapkan kita mampu melihat bagaimana kinerja madrasah di Indonesia sejak awal abad ke-20 hingga madrasah bisa menduduki tempat yang diharapkan masyarakat dan mendapat perhatian lebih dari pemerintah serta membuktikan bahwa madrasah mampu bersaing dengan sekolah sekolah umum dengan berbagai upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh madrasah dimana keberadaan madrasah di Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih.[2]

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kiranya makalah ini akan membahas mengenai permasalahan tentang:
  1. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah?
  2. Bagaimana perkembangan sistem pendidikan di madrasah
  3. Bagaimana perkembangan kurikulum di madrasah?
  4. Benarkah saat ini madrasah mampu bersaing dalam  hal mutu dan mampu menjadi alternatif bagi peserta didik agar terbentuk jiwa yang agamais?
  5. Apakah  upaya yang harus dilakukan oleh madrasah agar  permasalahan tentang kualitas dan pandangan masyarakat bahwa madrasah masih dianggap sebelah mata dapat teratasi?

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan ini Kami Susun Untuk:
1.      Pembelajaran awal pembuatan skripsi
2.      Tugas terstuktur kelompok pada mata kuliah Kurikulum PAI di Madrasah
3.      Mengembangkan kopetensi kemahasiswaan dengan melakukan penelitian atau observasi mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah

D.     Kegunaan
  1. Sebagai salah satu bentuk sumbangan pengembangan pemikiran terhadap ilmu bagi bangsa.
  2. Membagi pemikiran dalam bentuk makalah untuk dikaji bersama dalam forum diskusi.
  3. Mencari solusi yang lebih baik terhadap beberapa pendapat dari permasalahan yang timbul pada forum diskusi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Kelahiran Madrasah
1.      Sejarah Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Islam pada awal perkembangannya sudah mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan dan pengajaran pada saat itu dinamakan “kuttab”, disamping masjid, rumah, istana, dan perpustakaan. Kuttab adalah suatu lembaga pengajaran yang khusus sebagai tempat belajar membaca dan menulis.[3]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad 10-11 M.[4]
Hasan Langgulung mengutip pernyataan Syalabi mengemukakan bahwa, pada zaman permulaan Islam, pelajaran agama disampaikan di rumah-rumah. Rasulullah SAW menjadikan rumah al-Arqom bin Abi al-Arqom sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan baginda dengan para sahabat dan para pengikutnya. Di rumah tersebut baginda menyampaikan dasar-dasar agama dan pengajian al-Qur’an. Selain rumah al-Arqom, baginda menyampaikan pelajaran agama di rumahnya sendiri di Mekkah, sebagai tempat kaum muslimin berkumpul mempelajari aqidah dan syariat Islam. Dar al-Arqom merupakan sebagai sekolah pertama dalam Islam, manakala Rasulullah SAW sebagai guru pendidik pertama.[5]
Berawal dari sejarah di atas, maka dapat diketahui perkembangan pendidikan Islam dimulai dari halaqah-halaqah masjid dan dari sinilah munculnya madzhab-madzhab berbagai bidang ilmu pengetahuan yang dalam sejarah disebut dengan Istilah Madrasah.[6]
Terjadi perbedaan pendapat tentang madrasah yang pertama berdiri di dunia Islam. Di antara pandangan tersebut, pertama, madrasah sebagai lembaga pendidikan formal telah dikenal dengan adanya “Madrasah Nidzamiyah” di Bagdad yang didirikan oleh Nidzam al-Muluk seorang wazir dari dinasti Saljuk pada awal abad ke-11 M. atau Tahun 457 H. Kedua, menurut al-Jumbulati (1994) bahwa sebelum abad ke-10, madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah di kota  Nisabur yang didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w. 414 H). Menurut Richard Bulliet (1972) bahwa madrasah Miyan Dahiyah di Nisapur berdiri dua abad sebelum berdirinya madrasah Nizyamiah di Bagdad yang mengajarkan fiqh malikiyah.[7] Suwito (2004 : 214-215).
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang madrasah yang pertama berdiri di dunia Islam, namun madrasah Nidzam al-Muluk adalah madrasah yang paling polpuler di kalangan ahli sejarah dan masyarakat Islam.
Menurut Mehdi, meskipun madrasah Nidzal al-Muluk bukan sebagai madrasah yang pertama didirikan, namun madrasah ini memiliki spirit ilmu pengetahun yang tinggi, baik dari tujuan politik dan agama. Dan yang paling menarik adalah proses pendirian madrasah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak yaitu pemerintah, ulama-ulama, dan masyarakat.[8] Hal ini menunjukkan bahwa madrasah Nidzamiyah ini didirikan atas kemauan dan keinginan bersama bukan keinginan sepihak.
2.      Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Madrasah Di Indonesia
Sementara itu kehadiran madrasah di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam mulai dirasakan pada permulaan abad ke-20, yang disebabkan oleh dua factor yaitu factor keadaan bangsa Indonesia dan factor kondisi luar negeri.[9]
Sejak awal abad ke-20 gerakan reformasi Muslim melakukan reformasi pendidikan Islam untuk menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen, maka dimunculkan dua bentuk kelembagaan pendidikan modern Islam, yaitu: sekolah umum model Belanda tetapi diberi muatan pengajaran Islam dan  madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda. Model kedua ini yang selanjutnya lebih dikenal sebagai salah satu model pendidikan Islam di Indonesia.
Di antara para ulama yang berjasa dalam perkembangan madrasah di indonesia antara lain: Syeikh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, KH. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H. Wahab Hasbullah bersama K.H. Mansyur (1914) di Surabaya, Rangkayo Rahman Al-Yunusi (1915) di Padang Panjang, K.H. Hasyim Al-As’ary (1919) mendirikan madrasah salafiyah di tebu ireng jombang[10].
Sejalan dengan perkembangan masa yang terus membawakan perubahan-perubahan, eksistensi madrasah di dunia Islam tidak lepas dari penyesuaian-penyesuaian, dari yang semula bersifat eksklusif menjadi lembaga pendidikan yang lebih terbuka, baik dari sudut kelembagaan, metodologi, maupun kurikulum dan pengelolaannya[11].
a.       Masa Penjajahan Orde Lama
Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah memulai proses pertumbuhannya atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif, terhadap pendidikan Hindia Belanda kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar.
Perkembangan madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran departemen agama yang resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946, dalam perkembangan selanjutnya departemen agama menyeragamkan nama, jenis dan tingkatan madrasah sebagaimana yang ada sekarang. Dalam UU No. 4 tahun 1950 dan  No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar system pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam kerangka pendidikan nasional[12].
b.      Masa Orde Baru
Secara umum diakui bahwa kebijakan pemerintahan orde baru mengenai pendidikan agama, termasuk madrasah, bersifat positif dan konstruktif khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an – 1990-an. Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum,  ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[13]
Lulusan Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama. Pemerintah orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang secara terpadu dalam system pendidikan nasional. Pada masa orde baru ini, madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.
Sedangkan pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara berturut-turut sebagai berikut:
1)      Raudatul Atfal (Bustanul Atfal)
2)      Madrasah Ibtidaiyah, setingkat dengan Sekolah Dasar
3)      Madrasah Tsanawiyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama.
4)      Madrasah Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas.
5)      Madrasah Diniyah
Telah disinggung di atas, SKB merupakan bentuk awal pengakuan pemerintah secara formal terhadap pengelolaan madrasah oleh Depag. Dalam salah satu pasal pada SKB dinyatakan bahwa :
1)      Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
2)      Pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
3)      Pembinaan dan pengawasan mutu mata pelajaran umum pada madrasahdilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersma-sama dengan Menteri Dalam Negeri.
c.       Masa Sekarang
Era globalisasi dewasa ini dan dimasa datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya atau pendidikan Islam, termasuk pesantren dan madrasah khususnya. Masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin bertahan dan berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetetif di masa kini dan abad 21.
Globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini tidak bersumber dari Timur Tengah melainkan dari barat yang terus memegang supremasi dalam berbagai lapisan kehidupan masyarakat dunia umumnya.

B.     Perkembangan Pendidikan Madrasah
Pengembangan pendididkan madrasah tampaknya tidak dapat di tangani secara parsial atau setengah-tengah, tetapi membutuhkan pemikiran pengembangan yang utuh dan konsekuensi dari identitasnya yang berciri khas agama Islam, terutama ketika di hadapkan pada kebijakan pembangunan yang menekankan pada pembanguna nasional bidang pendidikan yang menekankan pada peningkatan kualitas SDM[14].
      Menurut Wardiman Joyonegoro yang di kutip oleh Muhaimin (2004) bahwa manusia yang berkualitas itu setidak-tidaknya mempunyai dua kompetensi, yaitu kompetensi bidang imtaq (iman dan taqwa) dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi)[15].


1.      Sistem Pendidikan
Ciri khas madrasah lebih dari hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting ialah perwujudan dari nilai-nilai keIslaman di dalam totalitas kehidupan madrasah.
Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai keIslaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; (2) Kedidupan moral yang beraktualisasi, dan (3) Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat. [16]
Dengan suasana madrasah yang demikian melahirkan budaya madrasah yang merupakan  identitas lembaga pendidikan madrasah, otonomi lembaga pendidikan madrasah hanya dapat dipertahankan apabila madrasah tetap mempertahankan basisnya sebagai pendidikan yang berbasiskan masyarakat.  Dari sini akan lahir kurikulum yang fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia baru yang demokratis Keberadaan madrasah sebagai sub-sistem pendidikan nasional perlu dipertahankan dan dikembangkan. Pendidikan madrasah mampu memberikan sumbangan yang signifikan jika disertai dengan metodologi modern dan Islami. Untuk itu diperlukan guru yang mampu mendidik dan  mengajar dengan metodologi yang sesuai dengan tantangan zaman peserta didik.[17]
Masuknya madrasah sebagai sub-sistem pendidikan nasional mempunyai berbagai konsekuensi antara lain dimulainya suatu pola pembinaan mengikuti satu ukuran yang mengacu pada sekolah-sekolah pemerintah. Keuntungan positif yang diperoleh melalui UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional serta PP No. 28 Tahun 1990 telah melahirkan berbagai kendala Dualisme pembinaan antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terus berlangsung. Keamburadulan manajemen pendidikan dasar terbias juga dalam pembinaan madrasah di bawah Departemen Agama. Selama 10 tahun lebih sejak lahirnya UU No. 2 Tahun 1989.[18]
Penegasan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 30 (2) dinyatakan: Pendidikan Keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Ternyata tidak secara otomatis dapat mengangkat citra madrasah sebagai lembaga pendidikan alternatif, kecuali beberapa madrasah khusus berkualitas tinggi binaan masyarakat
Madrasah yang pada umumnya lahir dari strata masyarakat miskin menyebabkan suatu keinginan untuk menegerikan madrasah-madrasah. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena mempunyai segi-segi positif antara lain adanya kucuran dana pemerintah antara lain melalui INPRES SD, INPRES Wajib Belajar.
Demikian juga manajemen madrasah mendapat bantuan pemerintah dan mungkin pula memperoleh tenaga guru negeri yang diperbantukan. Banyak perkembangan baru baik dalam system maupun kelembagaan madrasah dalam hubungannya dengan system pendidikan nasional secara keseluruhan. Termasuk di sini, misalnya eksperimen Madrasah Aliyah Program Khusus MA-PK.[19]
2.      Kurikulum Madrasah
Kurikulum madrasah merupakan bahan pendidikan agama berupa kegiatan, pengetahuan, dan pengalaman serta serta nilai norma-norma dan sikap yang dengan sengaja dan sistematis yang diberikan kepada anak didik dalam  rangka untuk mencapai tujuan pendidikan agama[20]
  Kurikulum untuk madrasah di seluruh Indonesia pada dasarnya adalah sama.  Namun ada madrasah yang dapat menghasilkan lulusan yang bermutu dan ada yang tidak, ada madrasah yang diminati banyak masyarakat dan ada pula yang tidak ‘laku’. Perbedaan ini disebabkan bukan karena perbedaan kurikulumnya melainkan karena perbedaan pelaksanaan kurikulum tersebut.  Ada madrasah yang melaksanakan kurikulum dengan baik sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan menjadi madrasah favorit dan ada pula madrasah yang kurang begitu baik pelaksanaan kurikulumnya sehingga lulusannya pun kurang bermutu dan madrasahnya tidak diminati masyarakat.  Menjadi tugas dan tanggung jawab kepala madrasah, sebagai nakhoda madrasah yang bersangkutan untuk mengembangkan kurikulum di madrasah yang ia pimpin sehingga madrasahnya itu benar-benar dapat memenuhi harapan masyarakat.
Dengan diterbitkannya surat keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) tahun 1975 yang nenetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah  umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang lebih tinggi, dan siswa madrasah boleh pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya.[21]
Demikian pula sebaliknya. Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Bahkan, berdasarkan kurikulum madrasah 1994, kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum sekolah umum. Sehingga madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang berciri Islam. [22]
Meskipun kurikulum 1994 telah diperbarui dengan orientasi kepada target hasil belajar, dan bukan pada proses pembelajarannya, sehingga guru diberi wewenang untuk berimprovisasi dengan kurikulum yang sudah disusun, mengatur alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, menentukan metode, penilaian, dan sarana pembelajaran.
Untuk merespon tuntutan masyarakat dan  menjaga jati diri madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dan memiliki ciri khas Islam. Menurut Malik Fajar, madrasah harus mengembangkan program seperti: memberikan nuansa Islam atau spiritualisasi bidang studi umum, pengajaran bidang studi agama Islam yang bernuansa IPTEK dan menciptakan suasana keagamaam di madrasah terutama dalam pembelajaran mafikibi (matematika, fisika, kimia dan biologi) yang agamais dalam perilaku siswa.[23]
Lebih jauh, Malik Fajar mengatakan bahwa madrasah dapat menjadi pendidikan alternatif jika memenuhi empat tuntutan yaitu: kejelasan cita-cita dengan langkah yang operasional dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya, meningkatkan dan memperbaiki menagemen dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). [24]
Sementara itu, menurut Husni Rahim yang dikutip oleh Arif Furchan menjelaskan bahwa ada empat agenda besar yang perlu dilakukan  madrasah agar segera menjadi madrasah unggul dan dambaan masyarakat yaitu ketersediaan tenaga pengajar yang profesional, kelengkapan sarana dan prasarana, adanya penanganan dengan sistem managemen profesional (modern, transparan dan demokratis) dan adanya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. [25]
Kecenderungan perubahan pembuatan keputusan kependidikan dari semula merupakan kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan atau otonomi sekolah telah terjadi di negara Australia sekitar lebih dari dua dekade terakhir ini. Sementara di Indonesia, desentralisasi pendididkan atau otonomi daerah memberikan suasana baru dalam pengelolaan dan pengembangan kurikulum madrasah, terlebih lagi setelah diberlakukannya Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).
Perubahan tersebut meliputi perpindahan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atas pengembangan kurikulum dari yang bersifat terpusat oleh pemerintah menjadi kewenangan yang ada pada masing-masing sekolah/madrasah. Para guru dan seluruh komponen sekolah/madrasah menuntut  lebih banyak kebebasan dalam menentukan kurikulum di sekolah/madrasah oleh warga madrasah.
Tuntutan tersebut karena, model pengembangan kurikulum selama ini adalah centre based or top down, yaitu kebijakan pengembangan kurikulum yang sepenuhnya ditentukan oleh pusat, hanya sedikit sekali otonomi  bagi setiap sekolah dalam proses pengembangan kurikulum  Aspek perpindahan tanggung jawab di dalam pengembangan kurikulum memberikan otonomi yang luas kepada sekolah/madrasah dan guru di dalam mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa yang perlu dikembangkan khususnya pada tataran madrasahnya.



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan pberkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad 10-11 M. dimulai dari halaqah-halaqah masjid dan dari sinilah munculnya madzhab-madzhab berbagai bidang ilmu pengetahuan yang dalam sejarah disebut dengan Istilah Madrasah. Sementara itu kehadiran madrasah di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam mulai dirasakan pada permulaan abad ke-20, yang disebabkan oleh dua factor yaitu factor keadaan bangsa Indonesia dan factor kondisi luar negeri
2.      Malik Fajar mengatakan bahwa madrasah dapat menjadi pendidikan alternatif jika memenuhi empat tuntutan yaitu: kejelasan cita-cita dengan langkah yang operasional dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya, meningkatkan dan memperbaiki menagemen dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Kurikulum untuk madrasah di seluruh Indonesia pada dasarnya adalah sama hanya saja yang berbeda adalah pelaksanaan kurikulum tersebut. Itulah yang membedakan madrasah yang bermutu dengan yang tidak. Selain itu, madrasah merupakan lembaga pendidikan alternatif untuk membentuk insan yang agamais karena sebagian besar materi yang ada di madrasah berlandaskan iman dan taqwa.
3.      Menurut Malik Fajar, madrasah harus mengembangkan program seperti: memberikan nuansa Islam atau spiritualisasi bidang studi umum, pengajaran bidang studi agama Islam yang bernuansa IPTEK dan menciptakan suasana keagamaam di madrasah terutama dalam pembelajaran mafikibi (matematika, fisika, kimia dan biologi) yang agamis dalam perilaku siswa. menurut Husni Rahim yang dikutip oleh Arif Furchan menjelaskan bahwa ada empat agenda besar yang perlu dilakukan  madrasah agar segera menjadi madrasah unggul dan dambaan masyarakat yaitu ketersediaan tenaga pengajar yang profesional, kelengkapan sarana dan prasarana, adanya penanganan dengan sistem managemen profesional (modern, transparan dan demokratis) dan adanya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B.     SARAN
Dari uraian yang telah kita baca tadi bersama dal hal ini kami menyarankan bahwa suatu sistem tidak akan berjalan mulus apabila pelaksananya tidak paham cara menjalankannya. Dalam hal ini, kita tahu bahwa pembuat kewenangan kurikulum adalah pemerintah, tetapi aspek perpindahan tanggung jawab di dalam pengembangan kurikulum memberikan otonomi yang luas kepada sekolah/madrasah dan guru di dalam mengambil suatu keputusan atas kurikulum apa yang perlu dikembangkan khususnya pada tataran madrasahnya. Ada madrasah yang melaksanakan kurikulum dengan baik sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan menjadi madrasah favorit dan ada pula madrasah yang kurang begitu baik pelaksanaan kurikulumnya sehingga lulusannya pun kurang bermutu dan madrasahnya tidak diminati masyarakat.  Menjadi tugas dan tanggung jawab kepala madrasah, sebagai nakhoda madrasah yang bersangkutan untuk mengembangkan kurikulum di madrasah yang ia pimpin sehingga madrasahnya itu benar-benar dapat memenuhi harapan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA


Abdul Rahman Saleh. Pendidikan Agama dan keagamaan. Jakarta; Gemawindu Panca Perkasa. 2000

Ajat Sudrajat, “Sejarah Singkat Kemunculan Madrasah”, dalam: http://20212088.siap-sekolah.com/2012/03/03/sejarah-singkat-kemunculan-madrasah/

Azra, Azyumardi. 1999, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Fajar, Malik. 1998, Madrasah dan Tantangan Modernisitas, (Bandung: Mizan.

Furchan, Arief. 2004. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, (Yogyakarta: Penerbir Gema Media.

Hasan Basri, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung; Pustaka Setia, 2010

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

Hasan Langgulung. Pendidikan Islam dalam Abad ke 21. Jakarta; Pustaka Al-husna Baru, 2003

H.A.R. Tilaar. 2004,  Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta


Makasum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta; Logos wacana ilmu, 1999

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2004
Mahmud Yunus, 1994, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung

Mastuhu. 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Ma’arif, Syamsul. 2007, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Suwito, 2005, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pendidikan Agama Islam, ( Malang: UM Press, 2004)
 Zuhairini Muchtarom, dkk., 2010,Sejarah Pendidikan Islam, cet. 10, Jakarta: Bumi Aksara


[1] Zuhairini Muchtarom, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, cet. 10 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 149-150. Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk Priesteradden yaitu badan pengawas kehidupan beragama, tahun 1925 mengeluarkan  Ordonansi Guru yang menyatakan bahwa tidak semua kyai boleh memberikan pelajaran mengaji, dan izin tertulis untuk mengajar harus diberlakukan, mata pelajaran dan jumlah murid harus diketahui tahun 1932 memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie)  yaitu peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya. Lihat juga H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 169, dan M.B. Hooker, Islam Mazhab Indonesia: Fatwa-Fatwa dan Perubahan Sosial, cet. II, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 36.
[2] Mastuhu, Op.cit.  dalam Zuhairini Muchtarom, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, cet. 10 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 192-196, mengatakan bahwa pada awal abad ke-20 M pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang bersifat formal di berbagai daerah di nusantara.
[3] Ajat Sudrajat, “Sejarah Singkat Kemunculan Madrasah”, dalam: http://20212088.siap-sekolah.com/2012/03/03/sejarah-singkat-kemunculan-madrasah/ diakses tanggal 1 April 2012.
[4] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 160
[5] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke21, h. 17
[6] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1994), hal.
[7] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 214-215
[8] Ibid., hal. 217
[9] Hasbullah, Op. Cit., hal. 165
[10]Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan KeAgamaan, h. 111-112
[11] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, hal 79
[12] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganny, h.114
[13] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 176.
[14] Ibid. hal. 174
[15] Ibid.
[16] Tilaar. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal. 179
[17] Ma’arif, Syamsul. Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. 2007), hal. 59
[18] Mastuhu. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999), hal. 165
[19] Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 1999), hal. 89
[20]  Zuhairini dkk,  Metodologi pembelajaran Pendidikan Islam, (Malang: UM Press, 2004), hal. 42
[21] Fajar, Malik. Madrasah dan Tantangan Modernisitas, (Bandung: Mizan. 1998), hal. 60.
[22] Furchan, Arief. 2004. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, (Yogyakarta: Penerbir Gema Media.2004), hal. 30
[23] Malik Fadjar, Op. Cit., hal. 8
[24] Ibid., hal 10
[25] Arif Furchan, Op. Cit., hal. 190